Setiap perjalanan selalu dimulai
melalui titik awal yang dinamakan perjumpaan. Sebaliknya, setiap perjalanan
selalu diakhiri dengan titik akhir, titik akhir itulah yang kemudian disebut
oleh sebagain orang dengan istilah perpisahan. Namun, entah kenapa kebodohan
itu selalu berada di tengah perjalanan, dan penyesalan itu selalu berada di
akhir menjelang perpisahan.
Tiga tahun bukanlah waktu yang lama
untuk kita berjumpa, sekaligus bersama, namun bukan pula waktu yang singkat
untuk kita sekedar bertegur sapa. Dalam tiga tahun itu pula, kita mampu belajar
dari apa yang dinamakan pengalaman. Sebuah pengalaman yang akan selalu
mendewasakan dan membijaksanakan pribadi kita masing-masing, itulah yang saya
rasakan saat ini selama bersama kalian.
Memang benar, penyesalan itu selalu
berada di akhir menjelang perpisahan. Namun dari situ kita mampu belajar dan
introspeksi, bahwa perpisahan itu adalah hal yang sangat menyakitkan. Kita
menyadari cinta itu tumbuh bersama proses yang sedang belangsung. Dan patutlah
kiranya kita sesali bersama, kenapa kita baru menyadari adanya rasa cinta itu dalam
tubuh keluarga ini menjelang akhir perpisahan.
Banyak hal yang patut disyukuri atas
kebersamaan yang telah kita jalani selama tiga tahun berjalan ini. Banyak pula
hal yang harus disesali, namun dari penyesalan itulah justru terdapat alasan
yang tepat untuk selalu kita syukuri. Menyesal karena tidak memanfaatkan waktu selama
tiga tahun ini dengan baik, dan bersyukur karena kita tersadar akan penyesalan itu.
Malam itu, kita bersama mengungkapkan
semua kegundahan dan permasalahan kita bersama. Saling memotivasi dan merakit
mimpi untuk kehidupan selanjutnya yang lebih baik. Namun satu hal yang kiranya
mampu membuat hati ini terketuk amat keras, ketika mendengar salah satu
diantara kawan-kawan sekalian sedih, menyesal, dan merasa kehilangan, ketika kebersamaan
selama tiga tahun ini harus dipisah oleh sekat kelas sastra dan linguistik. Lantas,
apakah ini yang dinamakan pendidikan? Apakah pembedaan akademik tersebut justru
akan memisahkan persaudaraan dan kekeluargaan dalam tubuh ini? Buktikan kawan-kawan
sekalian, tembok penjurusan itu tidak akan mampu meruntuhkan semangat dan
komitmen kita untuk selalu bersama dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Mari kita
buktikan, bahwa kita telah bersama memulai langkah dan kita kelak juga akan
bersama pula dalam mengakhiri langkah, memakai toga kebanggaan. InsyaAllah..
Kawan-kawan, sahabat, dan keluargaku.
Terimakasih atas semua hal yang telah kawan-kawan berikan dan ajarkan, tak akan
saya dapatkan pelajaran yang berharga ini di tempat lain. Terimaksih atas semua
kebersamaan yang selama ini ternyata tidak saya sadari telah tumbuh diam-diam
pada benak hati yang paling dalam ini. Mohon maaf atas segala perkataan lisan
dan laku yang selama ini pernah saya lakukan. Semua ini hanyalah bagian kecil
dari siklus yang bernama kehidupan, serta bagian dari ketidaksempurnaan saya
sebagai manusia biasa.
Mejelang akhir, bukan berarti kita akan
terperosok dalam lubang penyesalan, tapi di sinilah langkah awal untuk
menjemput kesuksesan dan impian kita semua di masa depan. Berawal dari mimpi,
hidup itu akan semakin patut disyukuri. “Bahagia itu sederhana, bersama
keluarga besar Bahasa dan Sastra Indonesia A 2011”
Teringat pesan dalam
novel laskar pelangi; “Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpimu”. Mari
kawan, tepati janji kita bersama, wisuda dengan bangga tahun 2015 dan meraih
sukses di masa depan :) Bismillah ….