Welcome

Assalamu'alaikum wr. wb. ..

Sabtu, 21 Juni 2014

Menjelang Akhir Perjalanan

        Setiap perjalanan selalu dimulai melalui titik awal yang dinamakan perjumpaan. Sebaliknya, setiap perjalanan selalu diakhiri dengan titik akhir, titik akhir itulah yang kemudian disebut oleh sebagain orang dengan istilah perpisahan. Namun, entah kenapa kebodohan itu selalu berada di tengah perjalanan, dan penyesalan itu selalu berada di akhir menjelang perpisahan.

        Tiga tahun bukanlah waktu yang lama untuk kita berjumpa, sekaligus bersama, namun bukan pula waktu yang singkat untuk kita sekedar bertegur sapa. Dalam tiga tahun itu pula, kita mampu belajar dari apa yang dinamakan pengalaman. Sebuah pengalaman yang akan selalu mendewasakan dan membijaksanakan pribadi kita masing-masing, itulah yang saya rasakan saat ini selama bersama kalian.

        Memang benar, penyesalan itu selalu berada di akhir menjelang perpisahan. Namun dari situ kita mampu belajar dan introspeksi, bahwa perpisahan itu adalah hal yang sangat menyakitkan. Kita menyadari cinta itu tumbuh bersama proses yang sedang belangsung. Dan patutlah kiranya kita sesali bersama, kenapa kita baru menyadari adanya rasa cinta itu dalam tubuh keluarga ini menjelang akhir perpisahan.

        Banyak hal yang patut disyukuri atas kebersamaan yang telah kita jalani selama tiga tahun berjalan ini. Banyak pula hal yang harus disesali, namun dari penyesalan itulah justru terdapat alasan yang tepat untuk selalu kita syukuri. Menyesal karena tidak memanfaatkan waktu selama tiga tahun ini dengan baik, dan bersyukur karena kita tersadar akan penyesalan itu.

        Malam itu, kita bersama mengungkapkan semua kegundahan dan permasalahan kita bersama. Saling memotivasi dan merakit mimpi untuk kehidupan selanjutnya yang lebih baik. Namun satu hal yang kiranya mampu membuat hati ini terketuk amat keras, ketika mendengar salah satu diantara kawan-kawan sekalian sedih, menyesal, dan merasa kehilangan, ketika kebersamaan selama tiga tahun ini harus dipisah oleh sekat kelas sastra dan linguistik. Lantas, apakah ini yang dinamakan pendidikan? Apakah pembedaan akademik tersebut justru akan memisahkan persaudaraan dan kekeluargaan dalam tubuh ini? Buktikan kawan-kawan sekalian, tembok penjurusan itu tidak akan mampu meruntuhkan semangat dan komitmen kita untuk selalu bersama dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Mari kita buktikan, bahwa kita telah bersama memulai langkah dan kita kelak juga akan bersama pula dalam mengakhiri langkah, memakai toga kebanggaan. InsyaAllah..

        Kawan-kawan, sahabat, dan keluargaku. Terimakasih atas semua hal yang telah kawan-kawan berikan dan ajarkan, tak akan saya dapatkan pelajaran yang berharga ini di tempat lain. Terimaksih atas semua kebersamaan yang selama ini ternyata tidak saya sadari telah tumbuh diam-diam pada benak hati yang paling dalam ini. Mohon maaf atas segala perkataan lisan dan laku yang selama ini pernah saya lakukan. Semua ini hanyalah bagian kecil dari siklus yang bernama kehidupan, serta bagian dari ketidaksempurnaan saya sebagai manusia biasa.

        Mejelang akhir, bukan berarti kita akan terperosok dalam lubang penyesalan, tapi di sinilah langkah awal untuk menjemput kesuksesan dan impian kita semua di masa depan. Berawal dari mimpi, hidup itu akan semakin patut disyukuri. “Bahagia itu sederhana, bersama keluarga besar Bahasa dan Sastra Indonesia A 2011”

Teringat pesan dalam novel laskar pelangi; “Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpimu”. Mari kawan, tepati janji kita bersama, wisuda dengan bangga tahun 2015 dan meraih sukses di masa depan :) Bismillah ….


Minggu, 20 April 2014

Surat Sahabat


        Satu tahun bukanlah waktu yang singkat. Satu tahun adalah hari-hari yang telah menjadi sejarah dalam kehidupan kita masing-masing.
        Prolog tersebut merupakan refleksi dari apa yang telah kita lakukan selama kurang lebih satu tahun ini. Allah, beserta malaikat-malaikatnya tak henti mengawasi dan membimbing kita melangkah menyusuri rimbunnya dunia. Dunia ini tak lantas Allah ciptakan hanya untuk perseorangan, tetapi Allah menciptakan dunia ini untuk kebersamaan dan perbedaan yang ada. Ribuan etnis dan ras berkembang penuh keberagaman, dari situlah timbul keberagaman yang lantas bolehlah saya menyebutnya sebagai pelangi kehidupan. Dari situlah Allah memberikan kita makna indahnya perbedaaan dan kebersamaan dalam kehidupan.
        Kehidupan telah membimbing untuk selalu belajar tentang kebijaksanaan, keikhlasan, dan kesabaran. Tak jarang ditemui perselisihan, perdebatan, hinaan, dan olokan, semua hal tersebut adalah hal yang siap dijumpai dalam kehidupan ini. Tak lantas putus asa, ataupun berendah diri, Allah menciptakan manusia dengan akal dan pikiran yang sempurna. Melalui akal nurani tersebutlah lantas kita mampu mengatakan aku rapopo, kita mampu menyuarakan optimis sampai finis. Kekuatan tersebut muncul karena adanya kebersamaan, dan keberagaman hidup.
        Jiwa ini terbentuk dari apa yang membentuknya. Angin akan berhembus dari apa yang memaksanya untuk berhembus. Prinsip dan landasan akan semakin kuat jika ia selalu diterpa oleh hal yang lebih keras daripadanya. Semua hal tersebut mengartikan bahwa kehidupan ini tak lepas dari apa yang ada didalamnya. Permasalahan yang komplek, tantangan yang semakin curam, dan tekanan yang semakin berat, ibarat asahan pisau. Jikalau kita mau untuk menerpanya, dan kita terhempas olehnya, maka kita telah melakukan langkah untuk menajamkan kehidupan.
        Kawan-kawan seperjuangan, satu tahun bukanlah waktu yang lambat. Apapun yang bisa diambil, ambillah, dan apapun yang bisa dipungut, maka pungutlah. Percayalah bahwa dalam hidup ini Allah tidak pernah menakdirkan sesuatu yang bersifat kesiasiaan, maka jangan sampai kita terjerumus dalam lubang kesiasiaan tersebut.
        Apapun persoalan, dan permasalahan yang kita hadapi, sesulit apapun hal tersebut, percayalah bahwa Allah itu ada didalam hati, Ia tidak memberikan suatu permasalahan melebihi kemampuan manusia tersebut dalam menyelesaikannya. Allah itu baik, Allah tidak akan berbuat yang buruk kepada kita, selagi kita tetap melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.
        Sebuah kapal kecil telah yang mengarungi lautan yang luas, dan saat ini kapal tersebut mulai merapat kedaratan yang ditemuinya. Awak kapal tak akan sepenuhnya meninggalkan sesuatu yang bersifat materi, tetapi setidaknya apa yang telah ia lakukan bersama awak yang lainnya tersebut merupakan hal yang berharga.
        Mengarungi lautan dengan terjangan ombak dan keganasan laut bebas, merupakan hal yang tidak mungkin didapatkan oleh mereka yang duduk manis dalam pangkuan dunia. Perjalanan tersebut merupakan harta yang lebih berharga daripada materi, tahta, ataupun mahkota. Optimis dan kerja keras telah menghantarkan mereka dari keganasan laut bebas.
        Tak akan terputus, semangat perjuangan tersebut, tak akan berlepas, tangan-tangan Tuhan akan terus menaungi langkah mulia mereka. Suatu hal yang patut menjadi teladan, setiap perjuangan yang mereka lakukan tak pernah melupakan Tuhannya yang telah menciptakannya. Karena mereka percaya, bahwa Tuhan itu ada, karunia Allah benar adanya.
        Dunia adalah sungai yang mengalir, jika kita hanyut maka kita akan terbawa sampai lautan yang bebas. Kehidupan di laut adalah ikan, karena ia akan melawan arus untuk tetap hidup.

Jumat, 21 Maret 2014

Mimpi yang Tak Sempat Tertulis

        Dirimu adalah apa yang engkau pikirkan, dirimu saat ini adalah impianmu dimasa lalu. Kalimat itu masih saja teringat ketika setiap kali aku membicarakan ataupun mendiskusikan tentang sebuah mimpi. Mimpi adalah keinginan yang ingin kita capai pada suatu hari kelak. Seperti halnya cita-cita, keberadaan mimpi bertempat di masa depan, keberadaannya masih menjadi misteri. Akankah misteri itu dapat dipecahkan? Usaha dan do’a yang mampu menjawabnya dengan lantang dan tegas.
        Setiap manusia yang hidup di dunia ini idealnya mempunyai impian, atau dalam kata lain adalah cita-cita. Impian dan cita-cita telah menjadi sebuah tujuan yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya. Seperti halnya umat Islam, hidup di dunia ini mempunyai tujuan untuk masuk surga, seperti halnya kalau kita ibaratkan dengan orang yg berpuasa, pasti tujuannya adalah mencari ridho dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
        Impian menjadi sebuah misteri yang jawabannya belum dapat ditebak kepastiannya sekarang. Pilihan dari jawaban tersebut diantara dua pilihan dan kepastian, pertama adalah sesuai (terwujud) dan yang kedua adalah tidak sesuai (tidak terwujud). Dua kepastian itu adalah jawaban awal yang mudah kita tebak sesuai dengan usaha dan do’a kita dalam mencapai mimpi tersebut.
       Ada pepatah yang mengatakan bahwa kemarin adalah masa lalu, sekarang adalah realita, dan esok adalah cita-cita. Sebuah cita-cita dapat diraih ketika kita berusaha untuk meraihnya, yakni melakukan apa pun yang sejalan untuk dapat meraih cita-cita tersebut. Banyak jalan menuju ketercapaian cita-cita tersebut, yang membedakan adalah intensitas, kemauan dan keyakinan kita dalam berusaha meraih hal tersebut.
        Dalam firmanNya, Allah mengatakan bahwa; Allah tidak akan mengubah suatu kaum selain kaum tersebut mengubahnya sendiri. Firman tersebut menjelaskan bahwasanya segala bentuk perubahan dalam diri kita dimulai dari niat dan usaha yang kita lakukan, sebagaimana usaha dalam meraih cita-cita yang kita Impikan, Allah akan mendekatkan kita pada impian kita jika kita mau dan mampu berusaha untuk mencapainya.
        Dalam merealisasikan cita dan impian seseorang, harus mempertimbangkan dan meningkatkan kemampuan diri kita dalam be-DUIT. Duit yang dimaksud disini bukan sembarang duit, melainkan Do’a, Usaha, Ikhtiyar, dan Tawakal (DUIT). Keempat komponen tersebut merupakan kunci sukses dalam tercapainya impian dan cita-cita.
        Beberapa orang mengatakan bahwa hal yang paling utama dalam mewujudkan mimpi adalah usaha, do it. Usaha adalah unsur utama dalam rentetan ketercapaian cita dan mimpi yang kita rencakan. Maka dari itu, usaha yang keras akan mengalirkan impian dan cita-cita kita menuju dermaga keterwujudan yang benar-benar nyata, di kemudian hari kelak. Percayalah, bahwa usaha keras tak akan menghianati.
        Kemungkinan yang kedua adalah tidak sesuai (tak terwujud). Ini dikarenakan usaha yang kita lakukan tidak sesuai dengan tujuan cita dan impian yang sudah kita tuliskan di awal. Banyak hal yang mempengaruhi tidak tercapaianya cita dan harapan, salah satunya adalah minimnya sebuah usaha, atau tidak sesuainya usaha yang dilakukan dengan mimpi yang diinginkan. Hal semacam itu patutnya sangat dan wajib kita hindari, karena sikap malas hanya akan menjadikan mimpi dan cita kita semakin jauh dari kata terjuwud, hanya sebagai angan dan hiasan hidup, tanpa ada keterwujudan.
        Terlepas dari kedua hal tersebut diatas. Sebuah mimpi nyatanya dapat tercapai atas dasar kuasa Allah SWT. Benar pernyataan yang mengatakan bahawanya manusia yang merencanakan tetapi Allah yang berkehendak. Rencana Allah jauh lebih baik dari rencana yang dibuat oleh manusia.
        Sedikit bercerita tentang diri saya, dahulu, saya pernah bermimpi dan mempunyai keinginan untuk merasakan bagaimana rasanya naik pesawat, mimpi tersebut saya tuliskan akan terwujud pada tahun ini, tahun 2013. Begitu sederhana mimpi ku saat itu, aku sendiri tak tahu apakah usaha yang telah aku lakukan telah mendekatkanku pada mimpi itu atau tidak. aku hanya mampu berdo’a dan berusaha dengan giat, tepatnya melakukan kegiatan dan rutinitas yang ku alami sebaik dan sebisa kemampuan.
        Namun, rencana Allah berkata lain, Allah mempunyai rencana jauh lebih indah daripada rencana yang dibuat oleh manusia. Hingga pertengahan tahun ini, saya tidak merasakan tanda-tanda bahwa impian saya tersebut akan segera terwujud. Namun, Allah mengendaki yang lain, rencana Allah jauuh lebih indah daripada rencana manusia.
        Sebuah kabar yang begitu indah, tepatnya dibulan Ramadhan tahun 2013 lalu. mimpi saya akan segera terwujud, terjuwud bersamaan dengan sebuah impian yang belum sempat saya tuliskan dalam do’a. Tahun 2014, tepatnya bulan Februari, InsyaAllah penerbangan pertama dalam hidup saya, menuju kota Makkah dan Madinah. Mengudara, bersama kebahagiaan yang takkan pernah terlupakan.
 
terimakasih Allah, kau begitu Indah :)

Barokallah …


Malaysia Internasional Airport

Kamis, 20 Maret 2014

Panggilan Allah

Masih ku ingat saat itu aku hanya bermimpi. berada dalam sebuah bangunan yang Indah dengan ornamen khas timur tengah, disana banyak orang yang khusyu dalam do'a, sujud dan tilawahnya. Semua orang tersebut merasakan ketenangan dan kekhusyukan, namun aku justru merasa kebingungan, dimana kah aku sekarang? namun, mimpi tersebut membuat hati saya tenang, dan damai, ternyata seperti itulah yang dinamakan mimpi indah :)

Allah mempunyai rencana lain dari yang direncanakan manusia. kemustahilan tersebut luluh atas kuasa Allah SWT. Allah memanggil dengan penuh kelembutan dan kemesraan-Nya. suatu hal yang tidak saya impikan, tetapi Allah benar-benar mewujudkan apa yang saya alami dalam mimpi tersebut, yang lantas saya menyebut ini sebagai sebuah panggilan kemuliaan :)

sebuah bangunan masjid yang Indah, masjid yang terletak di Madinah, Nabawi :)
ya Allah, rasa rindu ini selalu ada, izinkanlah hamba kembali menziarahi jejak perjuangan Islam, dan menikmati khusyu' nya ibadah di Masjid Nabawi bersama Rasulullah SAW :)

Sabtu, 29 Desember 2012

KITA MUKMIN, MUSLIM, ATAUKAH KAFIR?




        Apakah benar kita ini orang mukmin? Apakah sudah layak kita ini disebut sebagai seorang yang muslim? Ataukah sebenarnya identitas kafirlah yang cocok melekat pada diri kita ?. Jangan terburu-buru untuk membicarakan identitas terlebih dahulu sebelum kita mengetahui hakikat dari apa yang sedang kita perbincangkan. Mukmin, Muslim, dan Kafir, Seperti apakah definisi yang sebenarnya?.

“Kendati kata-kata tersebut menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Namun bisa jadi pengertiannya belum kita sadari sepenuhnya kecuali pengertian text book”.          
(Dosen Sastra Arab di sebuah Universitas di Malang)

        Mengawali urain tentang ketiga hal tersebut diatas, marilah kita memulainya dengan menjelaskan definisi mukmin menurut Rasulullah SAW. Mukmin berarti orang yang memberika rasa aman kepada semua manusia terhadap harta, darah, dan kehormatannya. Terlepas dari konteks agama, mukmin dapat diibaratkan sebagai seorang hero yang kehadirannya selalu dieluh-eluhkan oleh orang disekitarnya. Adanya dia dalam masyarakat umum selalu memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Jika kita tarik pada era sekarang, sosok mukmin itu adalah aparat keamanan, hakim, dan pelayan masyarakat. Secara Sosial kemasyarakatan, identitas mukmin tersebut tak harus disandang oleh orang Islam saja, melainkan kepada siapa saja yang secara kepribadian dan akhlak sejalan dengan definisi mukmin tersebut.

        Beranjak menuju tingkatan yang lebih atas, Secara vertikal -habluminallah- mendasarkan pada konteks agama Islam, Muslim adalah orang-orang yang senantiasa taat kepada Allah karena sholat, ibadah, hidup, dan matinya semata-mata hanya karena Allah SWT. Secara horizontal -habluminannas- makna atau hakikat muslim lebih melekat pada perilaku yang dapat memastikan setiap ucapan dan tindakan seseorang tidak akan menyakiti baik kepada sesama muslim ataupun sesama manusia, itulah muslim.

        Diantara definisi tersebut, yang ketiga inilah yang mungkin kita sering terjebak. Kafir, berasal dari kata kafaro yang artinya tertutup. Orang yang menutup hatinya pada kebenaran-kebenaran yang dimiliki oleh Allah SWT. Hakikat kafir dapat dibagi tiga hal, pertama adalah kafir dalam nikmat Allah. Artinya orang tersebut tidak mensyukuri atas apa yang telah diberikan Allah kepadanya, ia menutup kesyukurannya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Baik itu nikmat kesehatan, harta kekayaan, keluarga, ilmu dan lain sebagainya. Ia lupa bahwa semua yang ia milik tersebut adalah milik dan pemberian dari Allah SWT. Orang yang seperti itu juga dapat disebut sebagai klasifikasi dari orang kafir.

        Kedua kafir adalah menutup diri dari nasihat orang lain. Menyombongkan diri atas ilmunya, karena ia merasa paling benar sendiri dan tidak mau menerima masukan ataupu nasihat dari orang lain. Menganggap dirinyalah yang paling baik dan menganggap orang lain berada dibawah kemampuannya. Yang kedua inilah yang harus selalu kita waspadai, sebab siapa tahu dalam kehidupan kita sehari-hari ada bintik kekafiran yang sebenarnya sedang melekat dalam diri kita. Dan fatalnya itu tidak kita sadari. Jika kita merujuk kembali pada hakikat kebenaran yang maha benar adalah milik Allah SWT. Ketika kita berada dalam kondisi seperti itu, maka sama halnya kita merasa lebih tinggi dari Allah. Padahal Allah telah memberikan petunjuk dan kebenarannya kepada makhluknya salah satunya adalah melalui hambanya, yaitu melalui orang lain -menurut pandangan kita-.

        Ketiga adalah kafir sebagaimana yang sudah kita ketahui, yaitu orang yang secara formal tidak masuk kedalam agama Islam. Realita menunjukkan, banyak orang yang secara formal masuk Islam, namun secara akhlak dan kepribadian tidak mencerminkan sebagai seorang yang Islam. Namun sebaliknya, orang yang secara formal tidak masuk islam, namun secara kepribadian dan akhaknya ia mencerminkan dirinya sebagai seorang yang Islam. Parahnya, contoh ketiga inilah yang sering kita disebut sebagai kafir saat ini. Orang lebih condong melihat ­input-nya bukan output-nya, lebih melihat orang itu islam, bukan pada akhlak dan kepribadiannya. Jika seseorang itu Islam, maka dia pasti baik sedangkan jika itu bukan orang Islam, maka ia pasti tidak baik. Pemikiran seperti itulah yang berpotensi menyesatkan kita dalam perpecahan.

        Terlepas dari ketiga sub pembahasan diatas. Emha Ainun Nadjib mengklasifikasiikan manusia kedalam tiga hal, yaitu manusia wajib, manusia sunah, dan manusia haram. Manusia wajib adalah manusia yang keberadaannya harus ada di tengah-tengah masyarakat. Artinya posisinya benar-benar sangat vital dibutuhkan oleh masyarakatnya. Kedua adalah manusia sunnah, yaitu manusia yang keberadaannya dalam masyarakat lebih baik ada dalam masyarakat, namun semisal tidak juga tidak apa-apa. Sedangkan yang terakhir adalah manusia haram, yaitu manusia yang keberadaannya dalam masyarakat justru akan membuat ketidaknyamanan sosial, akan membuat masalah di tengah masyarakat, lebih baik bagi masyarakat jika ia tidak hadir.

        Sebagaimana telah dipaparkan diatas. Mudah sekali kita mengatakan diri kita muslim, mudah sekali kita mengatakan orang lain bukan mukmin, dan mudah sekali kita mengatakan orang lain itu kafir. Padahal menilik pada diri kita sendiri, mungkin itulah yang sebenarnya masih melekat pada diri kita. Kendati kata-kata tersebut menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Namun bisa jadi pengertiannya belum kita sadari sepenuhnya. Maka, langkah awal yang harus kita lakukan adalah mencari, memahami, dan memaknai setiap apa yang dirasa ragu dalam diri kita. Semoga menjadi bahan refleksi hidup kita. Semoga posisi kita di tengah-tengah masyarakat menjadi bagian yang ditunggu dan dirindukan kehadirannya. Dan semoga terhindar dari amalan-amalan kafir sesuai dengan apa yang telah dituliskan diatas. Barokallahu fik ..

Imron Wafdurrahman, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia 2011

Daftar Pustaka:

            Anonim. “Muslim adalah tingkatan umat islam kedua” diunduh dari  http://berbagi-kreativitas.blogspot.com/2012/07/muslim-adalah-tingkatan- umat-islam-ke2.html#.UN5ex6x4hrM pada tanggal 28 Desember 2012
            Saputra, Prayogi R. 2012. Spiritual Journey. Kompas: Jakarta